Penjelasan Awal
Uranium
yang tersedia di alam mempunyai 3 isotop yaitu U238 , U235 dan U234, yang
ditemukan di alam dengan komposisi 99,28 % U238, 0,72% U235 dan 0,0057 % U234
dengan aktivitas jenis 25,4 Bq/mg (1Bq=1 peluruhan atom radioaktif/detik). U235
adalah isotop yang fissil dan dapat meluruh sembari mengeluarkan sejumlah
energi, yang digunakan dalam industri nuklir. Industri
nuklir dalam bentuk bahan bakar reaktor dan persenjataan membutuhkan uranium
dengan kadar isotop U235 yang lebih banyak (antara 2 - 94 % massa), sehingga
diperlukan proses 'pengayaan' (enrichment) terhadap uranium alam. Dalam proses
pengayaan ini, U235 disaring dan dipekatkan secara terus menerus. Uranium sisa
saringan ini yang kemudian dikenal sebagai DU, dengan komposisi 99,8 % U238,
0,2 % U235 dan 0,001 % U234.
Kegunaan Dalam Militer Sebagai Proyektil (penembus berbasis energi
kinetik)
Secara
kimiawi, uranium merupakan logam berat berwarna keperakan yang sangat padat.
Sebuah kubus uranium bersisi 10 cm memiliki massa mendekati 20 kg dan secara
umum 70 % lebih padat dibanding timbal (timah hitam). Pada suhu 600 - 700 °C
dalam tekanan yang sangat tinggi logam DU akan menyala dengan sendirinya,
membentuk kabut Aerosol DU yang bersifat cair dan sangat panas. Sifat-sifat
kimiawi dan fisis semacam ini yang menyebabkan kalangan militer menyukai DU
untuk digunakan dalam sistem persenjataan konvensional yang bersifat taktis.
Tidak sebagai bahan peledak nuklir, DU digunakan sebagai senjata penembus
berenergi kinetis dan biasa digunakan dalam bentuk Senjata Antitank (atau
ankerucutti kendaraan lapis baja lainnya). Jadi senjata ini benar-benar
konvensional, sama sekali tak melibatkan reaksi berantai didalamnya (baik
reaksi fisi maupun reaksi fusi). Senjata ini sebagian besar menggunakan prinsip
yang dikenal dengan Efek Munroe.
Prinsip
dari penerapan senjata berbasis DU ini dapat dijelaskan sbb:
Bayangkanlah
ada sebuah Tabung. Didalamnya ada rongga yang berbentuk Kerucut dengan dasar
kerucut tepat beririsan dengan dasar tabung. Dinding kerucut ini terbuat dari
lapisan DU, sementara ruang antara kerucut dan tabung diisi dengan bahan
peledak konvensional (anggaplah TNT). Di dasar kerucut terdapat sebentuk 'pipa'
kecil (lebih kecil dari tabung) yang sumbunya tepat berada pada sumbu tabung
dan kerucut, mengarah keluar. Pipa ini tertutup, diujungnya terdapat detonator
dan sekering sumbu waktu. Karena tertutup, maka rongga tadi dibuat hampa udara.
Jika TNT yang mengelilingi rongga kerucut tadi diledakkan, tekanan dan panas
yang dihasilkannya akan membuat DU yang menyusun ujung dan bagian tengah
dinding kerucut mencair dalam derajat yang berbeda. Di ujung kerucut DU mencair
sempurna dan oleh tekanan ledakan ia akan bergerak mengalir keluar (menyusuri
pipa) dengan kecepatan 10 km/detik (ini diistilahkan dengan jet).
Sementara DU yang menyusun bagian tengah
dinding kerucut hanya mengalami pencairan sebagian sehingga membentuk
gumpalan-gumpalan kecil logam (pasir logam) yang larut dalam cairan DU
(dinamakan slug), dan melesat dengan kecepatan 1000 m/detik melalui pipa. Jet
dan slug inilah yang dengan mudah mampu menembus dinding lapis baja (setebal
apapun) akibat kecepatan dan sifat cairnya. Penembusan ini menyebabkan bagian
dalam kendaraan lapis baja itu terpanaskan dengan hebat, dan membuat tanki
bahan bakar solar-nya meledak sehingga kendaraan lapis baja ini akan terbakar
dan personel yang ada didalamnya terpanggang. Jet dan slug inilah yang
merupakan bagian dari efek Munroe, dan belum ada material baja yang mampu
menangkalnya (meski material baja tersebut sanggup menahan gelombang tekanan
produk ledakan senjata nuklir sekalipun)
Senjata-senjata yang mengandung DU itu seluruhnya merupakan
senjata anti tank dan anti kendaraan lapis baja, seperti rudal TOW (jarak
jangkau 2 km), rudal Hellfire (yang dipasang di helikopter serang AH-64 Apache
), rudal LAW (milik Inggris, mirip dengan TOW), rudal Matra (milik Perancis,
mirip dengan TOW) atau peluru bazooka model RPG-7 (buatan Uni Soviet, sangat
populer di kalangan gerilyawan).
0 komentar:
Posting Komentar